Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label pemikiran ekonomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pemikiran ekonomi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 April 2011

PROSES LIBERALISASI DI INDONESIA


Tidak jelas kapan sebenarnya globalisasi dan liberalisasi di mulai di Indonesia. Banyak kasus-kasus yang melanda pembangunan di Indonesia dan mengarahkan pola pembangunan di Indonesia masuk kedalam kancah globalisasi dan liberalisasi. Pertama, adanya tekanan dari luar (faktor eksternal) yang berubah dengan cepat yang mengharuskan negara-negara di dunia untuk melakukan penyesuaian terhadap perubahan tersebut. Perubahan pembangunan international seperti diuraikan sebelumnya mengarah pada globalisasi dan liberalisasi pembangunan dunia. Kedua, tekanan dari kondisi dalam negeri Indonesia yang keluar dari sistem dirigisme pemerintah terhadap kebijakan pembangunan yang ternyata gagal dalam membangun Indonesia.

Dari dua faktor inilah perubahan paradigma pembangunan di Indonesia mulai diarahkan pada sistem globalisasi dan liberalisasi. Bila sejarah menjadi acuan kapan Indonesia memulai globalisasi dan liberalisasi. Tercatat ketika tekanan dunia international yang berasal dari krisis harga minyak tahun 1980an yang berimbas terhadap pengurangan penerimaan negara dan depresiasi mata uang dengan turunya nilai dolar yang menyebabkan bertambahnya pembayaran hutang Indonesia maka era globalisasi dan liberalisasi mulai dilakukan oleh Indonesia dalam kebijakan pembangunan (Booth, 1992; Aswicahyo & Anas, 2001; Basri, 2001; Marallanggeng, 2003; Hill, 2003; Soesastro, 2004).

Kegagalan pemerintah dalam menghadapi kondisi ini akibat dari kebijakan pembangunan dan ekonomi yang bersifat sentralistik pada sistem pemerintah dengan campur tangan yang besar terhadap setiap kebijakan pembangunan dan ekonomi. Setelah peristiwa Malari dan Boom Oil, Indonesia yakin akan kemampuan perekonomian yang akan bangkit menjadi kekuatan ekonomi Asia. Keyakinan ini membuat Indonesia melakukan proteksi terhadap investasi asing dan menjalankan strategi subsitutsi impor dengan proteksi terhadap industri yang baru berdiri atau infant-industry (Anas & Roesad, 2003; Mallarangeng, 2003; Sadli, 2003). Tapi tekanan yang besar pada tahun 1980an membuat kebijakan tersebut tidak lagi layak untuk dijalankan. Masuklah Indonesia pada era globalisasi dan liberalisasi ekonomi. Dimulai dengan deregulasi perbankan pada tahun 1983 sampai masuknya Indonesia sebagai anggota APEC dengan pernyataan tegas dari Soeharto yang menyatakan bahwa Indonesia siap untuk masuk kedalam perdagangan bebas dunia maka mulai globalisasi dan liberalisasi berjalan dalam kerangka kebijakan pembangunan dan ekonomi di Indonesia (Booth, 1992; Basri, 2001; Soesastro, 2003; Soesastro, 2004).

PERDEBATAN LIBERALISASI DALAM KERANGKA KEADILAN EKONOMI


Globalisasi identik dengan liberalisme yang dianut sistem kapitalisme. Dilihat dalam sejarah pemikiran ekonomi, ada sistem ekonomi merkantilisme yang berkembang tahun 1800an di Eropa. Paham merkantilisme menempatkan emas sebagai sumber kemakmuran dan perdagangan dijalankan untuk mengumpulkan emas tersebut. Untuk menumpuk emas, negara-negara di Eropa mengarunggi lautan untuk mencari daerah yang kaya sumberdaya alam untuk dieksploitasi dan diperdagangkan. Merkantilisme menimbulkan imperialisme atau penjajahan oleh negara Eropa ke daerah-daerah di Afrika, Asia dan Amerika. Imperialisme menyebabkan penindasan dan pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Imperialisme berakhir dengan kemerdekaan beberapa negara Afrika, Asia dan Amerika pada dekade 1900an.

Berakhirnya imperialisme, oleh sebagian pengamat ekonomi belum mengakhiri penindasan. Aliran Klasik yang dipelopori Adam Smith dan diikuti oleh pengikutnya mengembangkan aliran yang menganut prinsip kapitalisme yang memunculkan liberalisasi ekonomi. Dalam aliran kapitalisme, keberlanjutan ekonomi dimainkan dalam kebebasan pasar dan kekuatan modal. Hak-hak individu ditempatkan ditempat yang lebih tinggi dan regulasi serta campur tangan pemerintah dibatasi agar ekonomi bisa berjalan baik. Kapitalisme memunculkan kekuasaan pada sekelompok orang yang memiliki akumulasi modal yang besar. Sedangkan masyarakat kecil menjadi tertindas. Sebagian pengamat melihat ini semacam imperialisme modern yang mirip dengan masa kolonialisme. Praktek-praktek inilah yang membuat sebagian orang anti akan globalisasi.

Adilkah liberalisasi secara ekonomi ? Dalam praktek ini ibarat dua sisi mata uang yang saling menimbulkan efek positif dan efek negatif. Berkembanganya liberalisasi ekonomi yang mengarah pada paham-paham liberalisasi merupakan sebuah tuntutan tatanan dunia baru. Tidak dapat dipungkiri bahwa secara sosial, manusia haruslah menjalin sistem kerjasama dan semakin tinggi kerjasama manusia semakin cepat perubahan dalam kehidupan, ini berlaku secara alamiah dalam peradaban manusia. Ketika kondisi ini terjadi dan didorong oleh perubahan dunia pendidikan yang semakin maju, teknologi berkembang pesat dan ketidakmerataan kekayaan alam maka munculah globalisasi yang mendorong lepasnya sekat-sekat wilayah dan kecepatan kerjasama manusia secara global.

Sejarah munculnya liberalisme diawali dari keingginan para pemikir ekonomi yang melihat gejala dari sebuah sistem kolektivisme dari model ekonomi sosialis yang berkembang pada tahun 1930an. Sebagian besar pemikir ekonomi pada waktu itu melihat gejala ini tidak akan membawa perubahan dalam tatanan ekonomi dunia. Paham sosialisme waktu itu bukan membentuk welfare society seperti dasar utama ekonomi sosialis justru mendorong kembali kemunduran ekonomi dunia. Dimulai melalui pertemuan di Mont Pelerin daerah pergunungan di Swiss oleh kelompok-kelompok pemikir ekonomi seperti Friedrich August von Hayek, Milton Friedmen, George Stigler, Karl Popper, Asron Director, Lionel Robbins, Walter Euchen Erich Eyck, Wilhelm Ropke, Ludwig von Misses dan lain-lain (disebut dengan The Mont Pelerin Society/MPS), mereka merancang sebuah sistem yang akan memberikan kesejahteraan bagi semua masyarakat (Heertz, 2003; Priyono, 2003; Pontoh, 2005). Friedrich Hayek dan Milton Friedmen terus membentuk teori-teori baru ekonomi yang memasukan pendidikan dan teknologi kedalam sistem ekonomi. Ini berkembang menjadi teori human capital yang mengatakan bahwa investasi manusia akan mendatangkan pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi dan sustainable. Diikuti oleh perkembangan pendidikan yang cepat dan teknologi tinggi maka percepatan ekonomi sangat terasa dan memberikan perubahan terhadap kesejahteraan masyarakat.

Disinilah liberalisasi memainkan peranan. Liberalisasi dengan perkembangan dunia pendidikan dan teknologi menciptakan kekuatan baru dalam perekonomian. Muncul korporasi-korporasi yang memberikan perubahan terhadap sektor produksi dan perbaikan mekanisme perdagangan dunia (McCulloch, 2002; Edward, 2003). Beberapa negara yang selama ini tidak berada dalam peta ekonomi dunia dengan adanya liberalisasi menjadi kekuatan baru ekonomi seperti beberapa negara Asia, Amerika dan Afrika yang kaya sumberdaya alam. Berada pada kondisi bahwa masing-masing negara memiliki keunggulan sendiri atau comperative advantages maka liberalisasi mendorong intensitas yang tinggi dalam kerjasama antar negara. Untuk memudahkan bentuk kerjasama tersebut maka dibuatlah regulasi yang menghapus sekat-sekat teritorial dan mempercepat sistem tukar menukar antar negara, inilah yang disebut globalisasi. Sistem ini mampu berjalan dengan baik sehingga muncul perbaikan kualitas produksi, penyerapan tenaga kerja, perpindahan modal, transfer teknologi dan kesejahteraan (McCulloch, 2002; Edward, 2003; Adelman, 2003; Petri, 2002). Negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Malaysia, Indonesia, Argentina, Bolivia, Brasil dan lainnya yang selama ini tidak ada dalam peta ekonomi dunia menjadi kekuatan baru ekonomi ketika liberalisasi berjalan pada dekade 1970an.

Globalisasi dan liberalisasi yang berjalan menciptakan tatanan ekonomi yang lebih adil dan sejahtera. Hegemoni dua kekuatan ekonomi dunia Amerika Serikat dan Inggris mulai sedikit berkurang karena adanya prinsip liberalisme yang berkeadilan. Disinilah malapetaka liberalisme terjadi. Amerika Serikat dan Inggris yang melihat gejala tidak baik dalam perekonomian mereka terutama penguasaan terhadap perekonomian global mulai menunjukan kekuatan politik dalam setiap regulasi international. Policital economic inilah yang mengarahkan liberalisme ke dalam new kolonialisme. Reagen dan Theatcher yang memimpin Amerika Serikat dan Inggris merubah kebijakan ekonomi nasional dengan memasukan kekuasaan politik mereka kedalam tatanan sistem ekonomi global. Dengan kekuatan politik tersebut dan didukung kekuatan modal, Amerika Serikat dan Inggris melakukan perubahan yang besar kedalam badan international seperti World Bank, IMF dan WTO. Tiga organisasi international inilah yang menjadi motor pengerak utama bagi kekuasaan ekonomi Amerika Serikat dan Inggris.

Melalui Konsensus Washington dengan mengunakan World Bank dan IMF sebagai motor pengerak secara international, Amerika Serikat dan Inggris mulai memainkan paham-paham neoliberalisme mereka. Dibawah pengaturan World Bank dan IMF, dunia semakin menglobal dan sekat-sekat teritorial tidak kelihatan dalam lintas negara. Tapi ini berjalan dengan menciptakan ketimpangan dan jurang yang besar dalam sistem ekonomi global (Stiglitz, 2002; Stiglitz, 2006; Heertz, 2003, Wibowo, 2003, Prasetiantono, 2003). Dengan kekuatan modal, negara-negara kaya seperti Amerika Serikat dan Inggris mencengkram kuat negara-negara miskin. Ini mirip dengan kondisi kolonialisme dulu, bedanya saat kolonialisme abad 17 dan 18 senjata menjadi kekuatan, kini ekonomi yang menjadi kekuatan. Negara-negara dengan kekuatan ekonomi yang lemah tunduk pada kebijakan negara kaya, inilah penghisapan baru yang disebut neo kolonialisme. Cengkraman ini semakin kuat ketika, korporasi besar mulai ikut menjalankan neoliberalisme dalam tatanan perkonomian dunia. Heertz (2003) mengatakan tidak ada satu pun negara di dunia ini bebas dari neoliberalisme. Ini kekuatan maha besar yang terjadi saat ini dalam dunia international.