Powered By Blogger

Selasa, 20 September 2011

Pentingnya Menciptakan Jiwa Kewirausahaan Islam

Saat ini, Indonesia kelangkaan para wirausaha. Masyarakat Indonesia lebih memiliki minat menjadi karyawan dari pada menjadi pembisnis. Padahal Rasulullah mengatakan bahwa 19 dari 20 rezeki diatas bumi adalah berdagang (berbisnis).

Terciptanya kondisi tersebut, disebabkan oleh beberapa aspek. Pertama, masih adanya mentalitas budak/kelas pekerja dalam diri masyarakat Indonesia yang merupakan pengaruh dari penjajahan. Walaupun kita telah cukup lama menjadi negara merdeka tetapi mentalitas sebagai pegawai yang diajarkan oleh para penjajah masih ada dalam sebagian karakter masyarakat Indonesia.

Kedua, sistem pendidikan lebih menciptakan para pencari kerja bukan menjadikan lulusan pendidikan sebagai seorang pembuka lapangan pekerjaan. Ketiga, karakter malas masih banyak menjadi karakter masyarakat Indonesia. Kita harus akui, seorang pengusaha merupakan orang yang bekerja keras. Tuntutan bisnis menyebabkan para pengusaha harus siap untuk selalu bekerja. Ini telah menjadi etos kerja bagi seorang pengusaha. Seorang pemalas sangat sulit menjadi pengusaha. Mereka lebih memilih jadi karyawan yang tantangan sedikit dan kerjanya pun tidak sesudah menjadi pengusaha.

Keempat, sistem yang korup menciptakan para birokrat yang kaya dan berkuasa. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil di negeri ini memang enak. Kerja sedikit tapi duitnya banyak dan berkuasa lagi. Padahal sistem ini terjadi akibat birokrasi yang korup dan bertindak semena-mena. Karena mereka berduit dan berkuasa, apa pun bisa dilakukan dan malahan menjadi tokoh dalam masyarakat. Melihat kondisi ini, menjadikan masyarakat sangat tertarik menjadi pegawi negeri sipil dari pada menjadi pengusaha.

Kelima, regulasi dan iklim usaha yang memang kurang kondusif menyebabkan sector bisnis tidak berkembang. Sangat sulit memulai usaha dan bisnis di negeri ini. Regulasi banyak yang tidak berpihak pada pengusaha terutama bagi yang baru memulai usaha. Sistem ini merupakan efek dari pola kapitalisme yang kita anut. Dan ini menyebabkan masyarakat malas untuk menjadi pengusaha dan lebih memilih menjadi pegawai.

Dari kondisi ini menciptakan perkembangan yang lambat terhadap sector bisnis di Indonesia sehingga efeknya menjadikan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih rendah. Dalam aspek ekonomi, iklim usaha yang kondusif akan menciptakan pengusaha-pengusaha handal, banyaknya pengusaha akan memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Dan ketika ini tidak terjadi maka perekonomian dan kesejahteraan akan sulit mengalami perbaikan, justru yang terjadi kemiskinan akan terus meningkat.

Data statistik menunjukan bahwa di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa hanya memiliki 440 ribu orang pengusaha. Artinya, komposisi pengusaha dari total jumlah penduduk di Indonesia hanya sekitar 0,18%. Angka ini sangat rendah sekali dibandingkan angka negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Singapura yang mencapai 10-12 % dari jumlah penduduknya. Dengan luas wilayah yang sangat luas, penduduk yang besar dan kekayaan alam yang melimpah, sebenarnya keberadaan pengusaha sangat penting dalam pembangunan.

Dengan jumlah yang sangat kecil, nilai tambah ekonomi Indonesia cukup rendah. Walaupun pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6 % pertahun tapi angka tersebut bukan jaminan. Perlu diperhatikan adalah, rata-rata pendapatan perkapita masyarakat Indonesia hanya sekitar USD. 3.000,-, jumlah penduduk miskin mencapai 15% dan pengangguran sekitar 9%. Ini menunjukan bahwa kesejahteraan masyarakat masih rendah dan dalam Islam ini merupakan persoalan muamallah yang perlu diselesaikan dalam rangka meningkatkan nilai-nilai Islam di Indonesia karena kemiskinan mendekatkan diri kearah kekufuran.

Sistem ekonomi kapitalis di Indonesia merupakan pangkal akibat dari kondisi tersebut. Ekonomi kapitalis telah menciptakan kesenjangan dalam kesejahteraan masyarakat. Penguasaan ekonomi oleh sekelompok orang tertentu menjadikan oligarki ekonomi, dimana muncul klasifikasi dan strata masyarakat yang mirip dengan konteks jahiliyah tapi versi modern. Sistem keuangan yang liberal menjadikan sistem riba berkembang pesat. Rente ekonomi dalam pasar uang semakin berkembang malahan diberikan wadah oleh pemerintah dalam pasar saham dan bursa yang sangat ribawi.

Perdagangan mengarah kepada sistem spekulasi. Dimana kekuatan modal, kekuasaan dan informasi menjadikan seseorang menjadi makelar terhadap produk atau jasa yang diperdagangkan. Sistem ini merusak model transaksi dagang Islam dan menjadikan sebuah sistem baru dalam perekonomian. Transaksi penuh tipu daya, pedagang menentapkan harga semena-mena dan terlalu tinggi demi keuntungan duniawi. Konsumen pun banyak yang terbawa pada pola transaksi kapitalis karena pasar yang berkembang adalah pasar kapitalis. Dan inilah yang sebenarnya dibenci oleh Rasulullah S.A.W.

Tatkala Rasulullah S.A.W. pergi menuju masjid, beliau melihat orang-orang sedang melakukan transakasi perdagangan. Melihat situasi yang demikian maka beliau berkata: “Wahai kaum pedagang” Maka para pedagang mengangkat kepala dan pandangan mereka kearah Rasulullah S.A.W. Selanjutnya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya para pedagang besok di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai orang-orang yang durhaka, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik, dan jujur.”

Maka para pedagang bertanya: “Ya Rasulullah bukankan Allah SWT telah menghalalkan jual beli?” Rasul menjawab: “Benar (Allah SWT telah menghallalkan jual beli), akan tetapi mereka (para pedagang) sering mengucapkan sumpah, namun mereka melanggarnya, dan mereka sering berkata-kata (berpromosi), namun (kata-kata promosi) mereka bohong.”

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Sumpah dalam berdagang (memang dapat) meningkatkan penjualan tetapi (sumpah mereka) mengurangi berkah.”

Praktek-praktek inilah yang terjadi saat ini sehingga sistem kesejahteraan yang dulu terjadi zaman kejayaan Islam sulit diwujudkan di Indonesia padahal dalam aspek kekayaan alam, Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat melimpah yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat bila dikelola dengan baik dan benar sesuai ajaran Islam.

Dalam model kesejahteraan sosial dalam ekonomi, suatu negara minimal memiliki sekurang-kurangnya 2% dari jumlah penduduk memiliki profesi sebagai pengusaha. Dengan jumlah tersebut, diperkirakan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dapat mencapai USD. 7.500 perkapita dan bila distribusinya merata dan tidak terjadi kesenjangan pendapatan dalam masyarakat maka negara tersebut akan memiliki kesejahteraan masyarakat yang baik.

Untuk mewujudkan angka 2% tersebut dibutuhkan jumlah pengusaha sebanyak 4,7 juta orang pengusaha. Dan bila dibandingkan dengan kondisi yang ada saat ini, dimana jumlah pengusaha sebesar 440 ribu maka, angka ini cukup jauh. Inilah diperlukan suatu langkah baru untuk menciptakan para pengusaha sehingga perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.

Menciptakan para pengusaha muslim sangatlah mendesak dan penting untuk dilakukan. Walaupun pada aspek makro, banyak kebijakan pemerintah yang bersifat kapitalis dan menghambat sistem bisnis syariah tapi ini bukanlah halangan untuk menjadi pengusaha muslim dengan bisnis Islami. Bila dilihat dari struktur bisnis, walaupun muncul efek kebijakan pemerintah terhadap dunia bisnis tapi bagi pengusaha kreatif ini dapat dijadikan tantangan dan bisa mencarikan solusi terhadap kebijakan tersebut. Yang penting adalah seberapa kuat keimanan dan ketakwaan yang dimiliki oleh seorang pengusaha. Ketika keimanan dan ketakwaan mereka kuat dan yakin terhadap kebenaran ajaran Islam maka mereka tetap berada pada role bisnis Islami walaupun banyak hambatan bisnis yang terjadi pada mereka.

“Hai orang-orang yang beriman, inginkah Aku tunjukkan kepadamu suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya” (QS. Ash Shaf : 10-11)

Pada prinsipnya pengusaha muslim yang berbisnis secara Islami bukan sekedar mencari keuntungan pribadi yang bersifat duniawi. Tapi seorang pengusaha muslim yang Islami mengedepankan tujuan akhirat dibandingkan tujuan dunia. Mereka bukan saja mencari keuntungan dalam perniagaan tapi mencari berkah untuk kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Keberkahan bukan berdagang untuk kerugian tapi keuntungan dagang didapatkan secara syariah dan dijalankan di jalan Allah.

Satu orang pengusaha muslim yang Islami akan memberikan keberkahan terhadap banyak orang seperti keluarga, sanak family, karyawan, orang miskin, dan masyarakat pada umumnya. Mereka ini ibarat sumber air bagi para penduduk di gurun pasir. Mereka mampu memberikan kesejahteraan bagi orang lain. Mereka mampu menciptakan tatanan social yang lebih baik. Dan mereka memberikan dakwah Islam yang lebih meresap dalam sanubari masyarakat. Dan bila ini diagregatkan ke dalam perekonomian sungguh merupakan suatu kekuatan ekonomi yang luar biasa. Welfare state, negara yang sejahtera, ibarat kejayaan Islam zaman Rasulullah, para khalifah dan dinasti Umar bin Abdul Aziz akan kembali terwujud. Dan untuk itulah, diperlukan pengusaha-pengusaha muslim yang Islami sebagai sosok-sosok pengusaha handal yang akan membangun peradaban baru bagi perekonomian umat Islam di Indonesia.

BISNIS ISLAMI vs BISNIS NON ISLAMI

Dalam model ekonomi dan bisnis yang berkembang saat ini, banyak aspek yang diluar dari model ekonomi dan bisnis Islami. Perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran ekonomi telah menciptakan berbagai aspek pemikiran dalam ekonomi dan bisnis. Konsepsi yang paling populer dan digunakan dalam ekonomi dan bisnis adalah konsepsi ekonomi dan bisnis kapitalis.

Ekonomi dan bisnis kapitalis berpegang pada pilar bahwa perekonomian ditentukan oleh kekuatan pasar, dimana harga ditentukan oleh hukum penawaran dan hukum permintaan. Intervensi terhadap pasar oleh pemerintah diminimalisir agar tidak memberikan efek terhadap sistem keseimbangan. Biarkanlah ekonomi dan bisnis berjalan dalam hukum pasar tersebut.

Dari pilar konsepsi ekonomi dan bisnis kapitalis ini saja sudah dapat dikatakan jauh dari konsepsi ekonomi dan bisnis Islami. Lihatlah, tidak ada Allah S.W.T. dalam setiap aktivitas ekonomi dan bisnis. Disini ada dikotomi antara ekonomi dan bisnis dengan ajaran agama. Padahal itu tidak boleh dipisahkan dalam ajaran islam.

Banyak aspek lain yang membedakan ekonomi dan bisnis model Islam dengan ekonomi dan bisnis model kapitalis. Dari banyak aspek perbedaan tersebut, kita coba mengambil beberapa aspek penting yang membedakan model ekonomi dan bisnis Islam dengan model ekonomi dan bisnis kapitalis.

Bagi Hasil dalam Islam dengan Sistem Riba dalam Kapitalis

Sistem ekonomi dan bisnis kapitalis menjadikan riba sebagai salah satu alat untuk menjaga kekuatan ekonomi. Riba yang telah dilakukan oleh sistem kapitalis bukan sekedar dalam bentuk bunga (interest rate) seperti yang banyak diketahui oleh masyarakat umum. Tapi banyak aspek dalam transaksi ekonomi yang mengunakan sistem riba mulai dari perbankan sampai pada transaksi perdagangan.  Rasulullah S.A.W. bersabda :

“Riba itu mempunyai 73 pintu, yang paling ringan ialah seperti seorang laki-laki menzinahi ibunya dan riba yang paling berat ialah merusak kehormatan seorang muslim” (HR. Hakim)

Dunia perbankan saat ini sarat dengan sistem riba. Pengunaan sistem bunga dalam model perbankan merupakan sebuah model riba yang berkembang dalam sistem keuangan kapitalis dan banyak digunakan dalam perekonomian dunia termasuk oleh umat Islam.

Sebagai sebuah sentra perekonomian, perbankan sangat berperan penting dalam aktivitas ekonomi dan bisnis saat ini. Banyak para pengusaha yang memanfaatkan jasa perbankan dalam aktivitas bisnis mereka. Dengan banyaknya model perbankan konvensional saat ini menjadikan aktivitas bisnis tidak lepas dari model sistem kapitalis.

Sistem keuangan global pun sudah terkoneksi antar negara. Pasar modal, pasar uang dan pasar komoditi berperan penting dalam stabilitas ekonomi global dan nasional saat ini. Saking menglobalnya sistem keuangan, ketika Amerika Serikat mengalami krisis keuangan yang disebabkan oleh subprime mortgage, sistem derivative yang sarat ribawi, efeknya dirasakan juga diseluruh dunia termasuk negara Islam. Sistem ini pun diciptakan oleh kapitalis untuk menjaga kekuatan ekonomi mereka dan menghancurkan sistem ekonomi Islam.

Dalam setiap transaksi pun, kebanyakan kita terjebak dalam sistem riba. Meninggalkan akad/rukun dagang dalam setiap transaksi merupakan bagian dari praktek riba. Seperti, seorang pedagang yang menjual barang tapi tidak memperlihatkan contoh barang yang diperdagangkannya kepada si pembeli, ini termasuk bagian dari riba. Menaikan harga sangat tinggi kepada pembeli juga merupakan bagian dari praktek riba. Menjual murah barang pada suatu waktu tertentu dan menaikan harga setinggi-tingginya pada waktu lain merupakan bagian dari riba. Dan sungguh banyak sekali praktek riba yang terjadi dalam sistem perdagangan umat muslim sehari-harinya.

Rasulullah S.A.W. telah mengajarkan kepada umatnya bahwa dalam melaksanakan perdagangan tersebut harus dihindari dari praktek-praktek riba. Dalam berbisnis Rasulullah S.A.W. melaksanakan sistem bagi hasil, dimana beliau mengambil barang dari para saudagar lalu menjualnya kembali, dan keuntungan dibagi dengan pemilik barang. Praktek-praktek bagi hasil ini dijalankan oleh Rasulullah S.A.W. dengan komitmen kejujuran sehingga pada waktu itu Rasulullah S.A.W. dikenal sebagai seorang pedagang yang jujur. Dan dipercaya banyak orang untuk menjual barang dagangannya.

Ketika, Rasulullah S.A.W. memimpin umat Islam semua sistem ekonomi waktu itu bebas dari praktek riba. Rasulullah S.A.W. mendirikan Baitul Mal yang berfungsi seperti lembaga perbankan saat ini. Tapi dalam penerapannya, sistem bagi hasil merupakan prinsip dalam setiap transaksi yang dilakukan di Baitul Mal tersebut.

Rasulullah S.A.W. juga melarang adanya transaksi jual beli dalam bentuk emas. Penambahan pembayaran ketika seseorang gagal melunasi hutangnya juga dilarang oleh Rasulullah S.A.W. karena juga mengandung praktek riba. Dengan sistem ini, perekonomian dimasa Rasulullah S.A.W. berjalan dengan baik. Kesejahteraan umat menjadi poin utama dalam sistem perekonomian saat itu.

Bila kita kembali ke model ekonomi dan bisnis saat ini yang penuh dengan praktek riba, maka sudah saatnya lah kita kembali ke sistem perekonomian berbasis bagi hasil. Setiap bisnis yang dilakukan dengan sistem bagi hasil akan menimbulkan keberkahan. Dan yang perlu diperbaiki adalah mereformasi sistem keuangan agar praktek-praktek riba dalam aspek ekonomi dan bisnis menjadi berkurang. Dan para pengusaha muslim pun memiliki sebuah sistem syariah yang mengikuti aturan-aturan Islam.

Pasar Terbuka menurut Islam dan Kapitalis

Dalam model perekonomian global saat ini, kita mengenal adanya istilah perdagangan bebas (free trade). Sistem perdagangan bebas merupakan konsep dalam sistem pasar terbuka. Dimana setiap pelaku pasar bebas keluar masuk pasar tanpa adanya hambatan semacam regulasi dan lainnya. Konsep pasar terbuka saat ini merupakan bagian dari sistem perekonomian kapitalis yang sesungguhnya bersifat semu dan anti tesis.

Dalam pasar terbuka menurut sistem ekonomi kapitalis sebenarnya merupakan pola distribusi pasar yang pro pada pengusaha besar. Walaupun bersifat terbuka, dimana setiap orang bebas untuk masuk dan keluar dalam pasar tapi pada prakteknya kekuatan modal, kekuasaan dan informasi lah yang menjadi kekuatan dalam penguasaan pasar. Para pembisnis kecil yang bersifat partikulir tersisih dari persaingan pasar karena ketidakmampuan bersaing secara bebas dalam pasar.

Hambatan dalam pasar yang sangat anti diterapkan oleh para penganut sistem ekonomi pasar bebas ternyata mereka sendiri yang membuat hambatan sesuai dengan kekuatan daya saing yang mereka miliki. Kita dapat liha bagaimana dalam sidang WTO, Amerika Serikat begitu kuat mendorong pengurangan subsidi pangan oleh negara-negara berkembang ternyata dalam negerinya sendiri, pemerintah Amerika Serikat justru memperkuat kebijakan subsidi pangan.

Pada aspek mikro, seorang pengusaha kecil menemukan sebuah produk inovatif ternyata ketika dipasarkan terkendala sistem sertifikasi yang lisensinya dipegang oleh para pengusaha besar. Ternyata pasar terbuka yang diagung-agungkan oleh sistem kapitalis hanyalah untuk memperkuat basis kekayaan mereka sendiri. Tidak ada pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang tercipta justru ketimpangan kesejahteraan, dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.

Ternyata kapitalis berselimut dalam konsep free trade tapi ternyata dalam penerapakannya lebih mengarah kepada sistem pasar tertutup yang memihak kepada sekelompok pengusaha besar. Sistem pasar tertutup dalam konsepsi ekonomi Islam dilarang penerapannya. Rasulullah S.A.W. beberapa kali memperingatkan para pedagang yang membuat pasar menjadi tertutup dan hanya didominasi oleh sekelompok pedagang besar. Malahan dalam penetapan luas untuk berdagang pun Rasulullah S.A.W. mengatur sebaik mungkin agar tidak menimbulkan persaingan yang tidak sehat dalam pasar.

Dalam pasar terbuka menurut Islam, sistem rantai distribusi produk diatur sedemikian pendek agar harga pada tingkat konsumen tidak terlalu tinggi disbanding harga produksi sehingga masyarakat dapat menikmati produk dengan harga yang dapat terjangkau. Pasar terbuka menurut Islam juga memberikan kemudahan setiap pelaku pasar untuk berusaha sehingga hambatan terhadap akses pasar tidak terjadi. Sistem pembayaran pun diatur secara tunai, walaupun nanti bersifat hutang, dihitung dengan perjanjian yang menganut sistem syariah. Dengan konsepsi ini menjadikan pasar berjalan dengan baik dan menuju keseimbangan untuk kesejahteraan masyarakat.

Marketing Islam dan Marketing Kapitalis

Dunia pemasaran (marketing) dalam bisnis saat ini beranekaragam bentuk. Tingkat persaingan produk yang semakin ketat menuntut pelaku bisnis harus memiliki sistem marketing yang kreatif. Dan saat ini kontribusi marketing terhadap margin usaha semakin besar melebihi komponen harga. Ketatnya persaingan usaha menjadikan pola-pola marketing bisnis menjadi kreatif dan banyak keluar dari konsep-konsep marketing Islam.

Unsur penipuan, eksploitasi akidah, pelanggaran etika dan moral, dan sistem ribawi menonjol dalam pola marketing bisnis saat ini. Kita coba saksikan ratusan iklan produk di televisi yang banyak mengumbar aurat untuk menarik masyarakat terhadap produk yang ditawarkan merupakan pola-pola marketing yang merusak akidah masyarakat. Penipuan juga dilakukan, mengiklankan produk yang tidak sesuai merupakan hal yang biasa. Menutup kelemahan produk dan lebih menonjolkan nilai tambah padahal bersifat semu dan abstrak sering dilakukan oleh para pedagang untuk merayu konsumen agar member produk mereka. Dan banyak lagi hal-hal yang merusak tatanan bisnis Islam yang malahan sering dilakukan oleh pengusaha muslim itu sendiri.

Jebakan model marketing kapitalis merupakan bentuk-bentuk aktivitas bisnis yang merusak model bisnis Islami. Pola-pola inilah yang menjadikan kekuatan bisnis Islam menjadi melemah dan sistem bisnis kapitalis menjadi berkembang saat ini. Kita harus mampu keluar dari sistem ini. Marketing Islam menjadi sebuah model bisnis yang harus dikembangkan oleh pengusaha muslim agar keberkahan bisnis umat Islam lebih baik dan mampu mengatasi persaingan dengan model-model marketing yang dilakukan oleh kelompok kapitalis.

Apa konsepsi dari marketing Islam? Dalam marketing Islam prinsip dasar marketing terletak pada kejujuran. Rasulullah S.A.W. dalam memarketingkan produk yang ia jual selalu jujur terhadap produk tersebut. Kalau produk tersebut jelek, Rasulullah S.A.W. tetap mengatakan jelek dan harga pun disesuaikan dengan kualitasnya. Begitu juga sebaliknya, ketika produk yang akan dijual berkualitas baik, Rasulullah S.A.W. pun menyampaikannya kepada calon pembeli. Dengan pola-pola inilah, Rasulullah S.A.W. sangat dipercaya baik oleh pembeli maupun para saudagar lainnya. Kekuatan kejujuran inilah yang mengantarkan Rasulullah S.A.W. sukses menjadi saudagar saat itu.

Bila kita lebih paham lagi terhadap makna hakiki dari bisnis, sebenarnya apa yang dilakukan Rasulullah merupakan sebuah pemikiran bisnis yang cemerlang. Kejujuran akan menciptakan kepercayaan konsumen bagi produk yang kita jual. Membangun image dan brand dalam bisnis merupakan sebuah kekuatan untuk meningkatkan daya saing produk. Ketika masyarakat telah percaya terhadap produk yang kita perdagangkan maka otomatis penjualan akan meningkat dan keuntungan pasti akan bertambah. Inilah yang hilang dalam khasanah marketing pengusaha muslim saat ini. Demi mengharapkan keuntungan sesaat, mereka justru tidak jujur dalam memasarkan produk. Dan efeknya juga akan mempengaruhi kemampuan daya saing bisnis mereka.

BISNIS ISLAMI

Pada suatu hari, seorang saudagar perhiasan di zaman Tabiin bernama Yunus bin Ubaid, menyuruh saudaranya menjaga tokonya kerana ia akan keluar untuk sholat. Ketika itu datanglah seorang badui yang hendak membeli perhiasan di toko itu. Maka terjadilah jual beli di antara badui itu dan penjaga toko yang diamanahkan tuannya tadi. 
 
Satu barang perhiasan permata yang hendak dibeli harganya empat ratus dirham. Saudara Yunus tersebut menunjukkan suatu barang yang sebetulnya harga dua ratus dirham. Barang tersebut dibeli oleh badui tadi tanpa diminta mengurangkan harganya tadi.

Ditengah jalan, si badui tersebut bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Yunus bin Ubaid lalu bertanya kepada si badui yang membawa barang perhiasan yang dibeli dari tokonya tadi. Yunus bin Ubaid sebenarnya mengenali barang tersebut adalah dari tokonya.

Saudagar Yunus bertanya kepada badui itu, "Berapakah harga barang ini kamu beli?"  Badui itu menjawab, "Empat ratus dirham." "Tetapi harga sebenarnya cuma dua ratus dirham saja.

Mari ke toko saya supaya saya dapat kembalikan uang kelebihannya kepada saudara." Kata saudagar Yunus lagi. "Biarlah, tidak perlu. Aku telah merasa senang dan beruntung dengan harga yang empat ratus dirham itu, sebab di kampungku harga barang ini paling murah lima ratus dirham.

"Tetapi saudagar Yunus itu tidak mau melepaskan badui itu pergi. Didesaknya juga agar badui tersebut balik ke tokonya dan bila tiba dikembalikan uang kembalian kepada badui itu.

Setelah badui itu pergi, berkatalah saudagar Yunus kepada saudaranya, "Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah S.W.T. atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan dua kali lipat?" Marah saudagar Yunus lagi.  "Tetapi dia sendiri yang mau membelinya dengan harga empat ratus dirham." Saudaranya coba mempertahankan bahawa dia dipihak yang benar. 

Kata saudagar Yunus lagi, "Ya, tetapi di atas belakang kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti memperlakukan terhadap diri kita sendiri.". Itu sebuah cerita bagaimana seorang pengusaha muslim yang taat akan aturan Allah S.W.T. melaksanakan bisnis sesuai tuntutan Islam. Sungguh suatu hal yang langka dalam dunia bisnis saat ini, dimana nilai-nilai Islam seakan hilang dalam perniagaan padahal banyak umat Islam yang menjalankan perniagaan tersebut. Hal-hal seperti ketidakjujuran, spekulasi, penipuan, riba, mengurangi timbangan, dan lainnya merupakan hal-hal yang biasa dilakukan dalam bisnis saat ini. Mereka hanya mengejar keuntungan semata yang bersifat duniawi dan menghilangkan keberkahan akhirat. Manusia-manusia terjebak dalam bisnis non Islami yang diciptakan para Yahudi dan anti Islam untuk memberikan kesesatan bagi umat Islam. Dan semua ini merupakan rekayasa setan terhadap umat Islam yang akan tidak pernah berhenti.

            Allah S.W.T berfirman dalam Surat Al A’raaf :
     
 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al A’raaf : 96)

            Keberkahan tersebut banyak hilang saat ini dalam dunia bisnis umat Islam. Demi mengejar sebuah keuntungan dunia, mereka lupa akan perintah Allah S.W.T. Mendapatkan suatu bisnis yang berkah tidaklah sulit bila unsur-unsur keimanan dan ketakwaan telah melekat kuat dalam diri pengusaha. Pada hakekatnya, berbisnis bagian dari ibadah dan ketakwaan kita terhadap Sang Pencipta. Ketika berbisnis dilaksanakan dalam wujud ini maka seorang pengusaha tidak akan berani berbuat melanggar aturan-aturan yang dibuat oleh Allah S.W.T dalam aspek perniagaan.

Menciptakan Bisnis Islami

Ketika bisnis saat ini dipengaruhi oleh unsur-unsur non Islami, sangat langka muncul pengusaha-pengusaha yang menjalankan bisnis secara Islam. Dunia bisnis baik secara konvensional maupun modern saat ini penuh dengan model-model bisnis kapitalis. “Dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarmya” merupakan filosofi bisnis kapitalis saat ini. Ini sungguh bertentangan dengan konteks bisnis Rasulullah S.A.W. Allah S.W.T berfirman :

            “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah (ajaran) mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. Al-Baqarah: 120)

            Banyak praktek-praktek bisnis saat ini merupakan bagian dari model bisnis yang diciptakan oleh kelompok kapitalis yang sebenarnya merupakan para kelompok Yahudi dan Nasrani yang ingin menyesatkan umat Islam dan mencari keuntungan dalam perniagaan.

            Masyarakat sering terkejut dengan kenaikan-kenaikan harga yang sangat tinggi padahal para petani sudah panen produk pertaniannya. Sangat tidak masuk akal bagi kita, ketika musim panen datang, harga beras justru melonjok tajam. Ternyata, terjadi spekulasi dalam pasar. Dimana pengusaha-pengusaha kapitalis menjalankan praktek spekulan dengan menahan beras di gudang sehingga beras menjadi langka. Dengan permintaan tinggi sedangkan jumlah penawaran sedikit, otomatis harga akan melonjok tinggi. Dan para spekulan inilah mendapatkan keuntungan besar.

            Praktek-praktek bisnis model ini sangat sering terjadi dalam dunia bisnis saat ini. Malahan ini menjadi ‘roll model’ dalam berbisnis yang mendatangkan keuntungan. Padahal bila kita lihat lagi, apa yang mereka dapatkan hanyalah keuntungan semu yang sebenarnya akan mudah hilang dengan kekuasaan Allah S.W.T.

            Praktek rente juga sudah menjadi tren dalam bisnis saat ini. Seorang yang tidak memiliki modal tapi menguasai pusat informasi dan kekuasaan menjalankan bisnis rente dengan menjadi makelar bisnis. Mereka dapat saja menetapkan harga diluar batas kewajaran. Dan yang unik, pemerintah justru turut andil dalam menciptakan bisnis yang sarat dengan spekulasi, rente dan penipuan.

            Dan sangat miris rasanya ketika di pasar, pusat umat muslim, transaksi bisnis masih terus berjalan padahal suara azan berkumandang dan terdengar oleh setiap penjual dan pembeli. Mereka terus melanjutkan transaksi dan melalaikan perintah sholat. Justru yang parah, disaat itulah penipuan-penipuan dalam transaksi sangat marak dilakukan.

            Menciptakan bisnis islami merupakan sebuah oase dalam dunia bisnis saat ini. Bagaimanakan model bisnis Islami tersebut? Allah S.W.T berfirman :

            “Pebisnis yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang” (QS. An Nur : 37)

            “Hai orang-orang yang beriman, inginkah Aku tunjukkan kepadamu suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya” (QS. Ash Shaf : 10-11)

            Seorang pebisnis muslim, dalam menjalankan praktek bisnis tidak boleh meninggalkan kewajiban agama. Ihsan dalam berbisnis menjalankan rukun iman dan rukun islam dengan baik. Ketika aspek ini telah dijalankan dan perniagaan dilaksanakan sebagai bentuk ibadah maka akan mendapatkan keberkahan dunia akhirat. Ayat diatas juga menunjukan bahwa pada hari akhir nanti, perniagaan kita akan ditanya oleh Allah S.W.T. apakah telah sesuai dengan syariat-syariat Islam? Maka bersyukurlah, para pebisnis muslim yang taat yang menjalankan bisnis dengan jiwa-jiwa Islami.

Berjihad dengan perniagaan merupakan hal yang sangat terpuji dan disenangi oleh Allah S.W.T. Ketika Rasulullah S.A.W. sedang duduk bersama para sahabatnya, lewatlah seorang lelaki yang berjalan dengan penuh semangat. Seorang sahabat yang melihat itu, berkata: ”Seandainya semangat itu dipakai untuk berjihad di jalan Allah S.W.T.”.

Mendengar perkataan itu Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Bila keluarnya di adalam rangka mencari nafkah untuk anaknya yang masih kecil, maka itu juga termasuk jihad di jalan Allah, Bila keluarnya dia dalam rangka mencari nafkah untuk orang tuanya yang sudah tua, maka itu juga salah satu usaha jihad di jalan Allah. Bila keluarnya dia dalam rangka mencari nafkah untuk dirinya sendiri demi menjaga harga dirinya, maka itu juga termasuk usaha jihad di jalan Allah. Akan tetapi bila keluarnya dia disertai perasaan riya dan hura-hura, maka itu merupakan usaha di jalan setan.” (HR. Tabrani)

 Menurut Imam Ghazali, ada 6 sifat perilaku yang terpuji dalam berbisnis, yaitu:
  1. Tidak mengambil laba lebih banyak.
  2. Membayar harga yang sedikit lebih mahal kepada pedagang yang miskin.
  3. Memurahkan harga dan memberikan potongan kepada pembeli yang miskin sehingga akan melipatgandakan pahala.
  4. Bila membayar hutang, maka bayarlah lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan.
  5. Membatalkan jual beli bila pihak pembeli menginginkannya.
  6. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih apabila orang tersebut tidak mampu membayarnya dan membebaskan ia dari hutang apabila meninggal dunia.
 Sebagai seorang muslim sudah saatnya kini kita menciptakan bisnis yang Islami, meninggalkan praktek-praktek bisnis yang melanggar syariah. Walaupun dunia bisnis sangat sarat dengan praktek-praktek bisnis non Islami, dan sangat langka menemukan praktek-praktek bisnis Islami tapi bagi kita pengusaha muslim ini menjadi tantangan dan ladang dakwah bagi kita semua.

Nabi bersabda : “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersanding dengan para Nabi, orang-orang yang jujur dan para syuhada.” . Rasulullah S.A.W. bersabda : “Tidak akan melarat pedagang yang jujur.”