Powered By Blogger

Selasa, 20 September 2011

BISNIS ISLAMI

Pada suatu hari, seorang saudagar perhiasan di zaman Tabiin bernama Yunus bin Ubaid, menyuruh saudaranya menjaga tokonya kerana ia akan keluar untuk sholat. Ketika itu datanglah seorang badui yang hendak membeli perhiasan di toko itu. Maka terjadilah jual beli di antara badui itu dan penjaga toko yang diamanahkan tuannya tadi. 
 
Satu barang perhiasan permata yang hendak dibeli harganya empat ratus dirham. Saudara Yunus tersebut menunjukkan suatu barang yang sebetulnya harga dua ratus dirham. Barang tersebut dibeli oleh badui tadi tanpa diminta mengurangkan harganya tadi.

Ditengah jalan, si badui tersebut bertemu dengan Yunus bin Ubaid. Yunus bin Ubaid lalu bertanya kepada si badui yang membawa barang perhiasan yang dibeli dari tokonya tadi. Yunus bin Ubaid sebenarnya mengenali barang tersebut adalah dari tokonya.

Saudagar Yunus bertanya kepada badui itu, "Berapakah harga barang ini kamu beli?"  Badui itu menjawab, "Empat ratus dirham." "Tetapi harga sebenarnya cuma dua ratus dirham saja.

Mari ke toko saya supaya saya dapat kembalikan uang kelebihannya kepada saudara." Kata saudagar Yunus lagi. "Biarlah, tidak perlu. Aku telah merasa senang dan beruntung dengan harga yang empat ratus dirham itu, sebab di kampungku harga barang ini paling murah lima ratus dirham.

"Tetapi saudagar Yunus itu tidak mau melepaskan badui itu pergi. Didesaknya juga agar badui tersebut balik ke tokonya dan bila tiba dikembalikan uang kembalian kepada badui itu.

Setelah badui itu pergi, berkatalah saudagar Yunus kepada saudaranya, "Apakah kamu tidak merasa malu dan takut kepada Allah S.W.T. atas perbuatanmu menjual barang tadi dengan dua kali lipat?" Marah saudagar Yunus lagi.  "Tetapi dia sendiri yang mau membelinya dengan harga empat ratus dirham." Saudaranya coba mempertahankan bahawa dia dipihak yang benar. 

Kata saudagar Yunus lagi, "Ya, tetapi di atas belakang kita terpikul satu amanah untuk memperlakukan saudara kita seperti memperlakukan terhadap diri kita sendiri.". Itu sebuah cerita bagaimana seorang pengusaha muslim yang taat akan aturan Allah S.W.T. melaksanakan bisnis sesuai tuntutan Islam. Sungguh suatu hal yang langka dalam dunia bisnis saat ini, dimana nilai-nilai Islam seakan hilang dalam perniagaan padahal banyak umat Islam yang menjalankan perniagaan tersebut. Hal-hal seperti ketidakjujuran, spekulasi, penipuan, riba, mengurangi timbangan, dan lainnya merupakan hal-hal yang biasa dilakukan dalam bisnis saat ini. Mereka hanya mengejar keuntungan semata yang bersifat duniawi dan menghilangkan keberkahan akhirat. Manusia-manusia terjebak dalam bisnis non Islami yang diciptakan para Yahudi dan anti Islam untuk memberikan kesesatan bagi umat Islam. Dan semua ini merupakan rekayasa setan terhadap umat Islam yang akan tidak pernah berhenti.

            Allah S.W.T berfirman dalam Surat Al A’raaf :
     
 “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al A’raaf : 96)

            Keberkahan tersebut banyak hilang saat ini dalam dunia bisnis umat Islam. Demi mengejar sebuah keuntungan dunia, mereka lupa akan perintah Allah S.W.T. Mendapatkan suatu bisnis yang berkah tidaklah sulit bila unsur-unsur keimanan dan ketakwaan telah melekat kuat dalam diri pengusaha. Pada hakekatnya, berbisnis bagian dari ibadah dan ketakwaan kita terhadap Sang Pencipta. Ketika berbisnis dilaksanakan dalam wujud ini maka seorang pengusaha tidak akan berani berbuat melanggar aturan-aturan yang dibuat oleh Allah S.W.T dalam aspek perniagaan.

Menciptakan Bisnis Islami

Ketika bisnis saat ini dipengaruhi oleh unsur-unsur non Islami, sangat langka muncul pengusaha-pengusaha yang menjalankan bisnis secara Islam. Dunia bisnis baik secara konvensional maupun modern saat ini penuh dengan model-model bisnis kapitalis. “Dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarmya” merupakan filosofi bisnis kapitalis saat ini. Ini sungguh bertentangan dengan konteks bisnis Rasulullah S.A.W. Allah S.W.T berfirman :

            “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti millah (ajaran) mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. Al-Baqarah: 120)

            Banyak praktek-praktek bisnis saat ini merupakan bagian dari model bisnis yang diciptakan oleh kelompok kapitalis yang sebenarnya merupakan para kelompok Yahudi dan Nasrani yang ingin menyesatkan umat Islam dan mencari keuntungan dalam perniagaan.

            Masyarakat sering terkejut dengan kenaikan-kenaikan harga yang sangat tinggi padahal para petani sudah panen produk pertaniannya. Sangat tidak masuk akal bagi kita, ketika musim panen datang, harga beras justru melonjok tajam. Ternyata, terjadi spekulasi dalam pasar. Dimana pengusaha-pengusaha kapitalis menjalankan praktek spekulan dengan menahan beras di gudang sehingga beras menjadi langka. Dengan permintaan tinggi sedangkan jumlah penawaran sedikit, otomatis harga akan melonjok tinggi. Dan para spekulan inilah mendapatkan keuntungan besar.

            Praktek-praktek bisnis model ini sangat sering terjadi dalam dunia bisnis saat ini. Malahan ini menjadi ‘roll model’ dalam berbisnis yang mendatangkan keuntungan. Padahal bila kita lihat lagi, apa yang mereka dapatkan hanyalah keuntungan semu yang sebenarnya akan mudah hilang dengan kekuasaan Allah S.W.T.

            Praktek rente juga sudah menjadi tren dalam bisnis saat ini. Seorang yang tidak memiliki modal tapi menguasai pusat informasi dan kekuasaan menjalankan bisnis rente dengan menjadi makelar bisnis. Mereka dapat saja menetapkan harga diluar batas kewajaran. Dan yang unik, pemerintah justru turut andil dalam menciptakan bisnis yang sarat dengan spekulasi, rente dan penipuan.

            Dan sangat miris rasanya ketika di pasar, pusat umat muslim, transaksi bisnis masih terus berjalan padahal suara azan berkumandang dan terdengar oleh setiap penjual dan pembeli. Mereka terus melanjutkan transaksi dan melalaikan perintah sholat. Justru yang parah, disaat itulah penipuan-penipuan dalam transaksi sangat marak dilakukan.

            Menciptakan bisnis islami merupakan sebuah oase dalam dunia bisnis saat ini. Bagaimanakan model bisnis Islami tersebut? Allah S.W.T berfirman :

            “Pebisnis yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang” (QS. An Nur : 37)

            “Hai orang-orang yang beriman, inginkah Aku tunjukkan kepadamu suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya” (QS. Ash Shaf : 10-11)

            Seorang pebisnis muslim, dalam menjalankan praktek bisnis tidak boleh meninggalkan kewajiban agama. Ihsan dalam berbisnis menjalankan rukun iman dan rukun islam dengan baik. Ketika aspek ini telah dijalankan dan perniagaan dilaksanakan sebagai bentuk ibadah maka akan mendapatkan keberkahan dunia akhirat. Ayat diatas juga menunjukan bahwa pada hari akhir nanti, perniagaan kita akan ditanya oleh Allah S.W.T. apakah telah sesuai dengan syariat-syariat Islam? Maka bersyukurlah, para pebisnis muslim yang taat yang menjalankan bisnis dengan jiwa-jiwa Islami.

Berjihad dengan perniagaan merupakan hal yang sangat terpuji dan disenangi oleh Allah S.W.T. Ketika Rasulullah S.A.W. sedang duduk bersama para sahabatnya, lewatlah seorang lelaki yang berjalan dengan penuh semangat. Seorang sahabat yang melihat itu, berkata: ”Seandainya semangat itu dipakai untuk berjihad di jalan Allah S.W.T.”.

Mendengar perkataan itu Rasulullah S.A.W. bersabda:
“Bila keluarnya di adalam rangka mencari nafkah untuk anaknya yang masih kecil, maka itu juga termasuk jihad di jalan Allah, Bila keluarnya dia dalam rangka mencari nafkah untuk orang tuanya yang sudah tua, maka itu juga salah satu usaha jihad di jalan Allah. Bila keluarnya dia dalam rangka mencari nafkah untuk dirinya sendiri demi menjaga harga dirinya, maka itu juga termasuk usaha jihad di jalan Allah. Akan tetapi bila keluarnya dia disertai perasaan riya dan hura-hura, maka itu merupakan usaha di jalan setan.” (HR. Tabrani)

 Menurut Imam Ghazali, ada 6 sifat perilaku yang terpuji dalam berbisnis, yaitu:
  1. Tidak mengambil laba lebih banyak.
  2. Membayar harga yang sedikit lebih mahal kepada pedagang yang miskin.
  3. Memurahkan harga dan memberikan potongan kepada pembeli yang miskin sehingga akan melipatgandakan pahala.
  4. Bila membayar hutang, maka bayarlah lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan.
  5. Membatalkan jual beli bila pihak pembeli menginginkannya.
  6. Bila menjual bahan pangan kepada orang miskin secara cicilan, maka jangan ditagih apabila orang tersebut tidak mampu membayarnya dan membebaskan ia dari hutang apabila meninggal dunia.
 Sebagai seorang muslim sudah saatnya kini kita menciptakan bisnis yang Islami, meninggalkan praktek-praktek bisnis yang melanggar syariah. Walaupun dunia bisnis sangat sarat dengan praktek-praktek bisnis non Islami, dan sangat langka menemukan praktek-praktek bisnis Islami tapi bagi kita pengusaha muslim ini menjadi tantangan dan ladang dakwah bagi kita semua.

Nabi bersabda : “Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersanding dengan para Nabi, orang-orang yang jujur dan para syuhada.” . Rasulullah S.A.W. bersabda : “Tidak akan melarat pedagang yang jujur.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar