Powered By Blogger

Selasa, 20 September 2011

Pentingnya Menciptakan Jiwa Kewirausahaan Islam

Saat ini, Indonesia kelangkaan para wirausaha. Masyarakat Indonesia lebih memiliki minat menjadi karyawan dari pada menjadi pembisnis. Padahal Rasulullah mengatakan bahwa 19 dari 20 rezeki diatas bumi adalah berdagang (berbisnis).

Terciptanya kondisi tersebut, disebabkan oleh beberapa aspek. Pertama, masih adanya mentalitas budak/kelas pekerja dalam diri masyarakat Indonesia yang merupakan pengaruh dari penjajahan. Walaupun kita telah cukup lama menjadi negara merdeka tetapi mentalitas sebagai pegawai yang diajarkan oleh para penjajah masih ada dalam sebagian karakter masyarakat Indonesia.

Kedua, sistem pendidikan lebih menciptakan para pencari kerja bukan menjadikan lulusan pendidikan sebagai seorang pembuka lapangan pekerjaan. Ketiga, karakter malas masih banyak menjadi karakter masyarakat Indonesia. Kita harus akui, seorang pengusaha merupakan orang yang bekerja keras. Tuntutan bisnis menyebabkan para pengusaha harus siap untuk selalu bekerja. Ini telah menjadi etos kerja bagi seorang pengusaha. Seorang pemalas sangat sulit menjadi pengusaha. Mereka lebih memilih jadi karyawan yang tantangan sedikit dan kerjanya pun tidak sesudah menjadi pengusaha.

Keempat, sistem yang korup menciptakan para birokrat yang kaya dan berkuasa. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil di negeri ini memang enak. Kerja sedikit tapi duitnya banyak dan berkuasa lagi. Padahal sistem ini terjadi akibat birokrasi yang korup dan bertindak semena-mena. Karena mereka berduit dan berkuasa, apa pun bisa dilakukan dan malahan menjadi tokoh dalam masyarakat. Melihat kondisi ini, menjadikan masyarakat sangat tertarik menjadi pegawi negeri sipil dari pada menjadi pengusaha.

Kelima, regulasi dan iklim usaha yang memang kurang kondusif menyebabkan sector bisnis tidak berkembang. Sangat sulit memulai usaha dan bisnis di negeri ini. Regulasi banyak yang tidak berpihak pada pengusaha terutama bagi yang baru memulai usaha. Sistem ini merupakan efek dari pola kapitalisme yang kita anut. Dan ini menyebabkan masyarakat malas untuk menjadi pengusaha dan lebih memilih menjadi pegawai.

Dari kondisi ini menciptakan perkembangan yang lambat terhadap sector bisnis di Indonesia sehingga efeknya menjadikan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih rendah. Dalam aspek ekonomi, iklim usaha yang kondusif akan menciptakan pengusaha-pengusaha handal, banyaknya pengusaha akan memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Dan ketika ini tidak terjadi maka perekonomian dan kesejahteraan akan sulit mengalami perbaikan, justru yang terjadi kemiskinan akan terus meningkat.

Data statistik menunjukan bahwa di Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 237 juta jiwa hanya memiliki 440 ribu orang pengusaha. Artinya, komposisi pengusaha dari total jumlah penduduk di Indonesia hanya sekitar 0,18%. Angka ini sangat rendah sekali dibandingkan angka negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Singapura yang mencapai 10-12 % dari jumlah penduduknya. Dengan luas wilayah yang sangat luas, penduduk yang besar dan kekayaan alam yang melimpah, sebenarnya keberadaan pengusaha sangat penting dalam pembangunan.

Dengan jumlah yang sangat kecil, nilai tambah ekonomi Indonesia cukup rendah. Walaupun pertumbuhan ekonomi dapat mencapai 6 % pertahun tapi angka tersebut bukan jaminan. Perlu diperhatikan adalah, rata-rata pendapatan perkapita masyarakat Indonesia hanya sekitar USD. 3.000,-, jumlah penduduk miskin mencapai 15% dan pengangguran sekitar 9%. Ini menunjukan bahwa kesejahteraan masyarakat masih rendah dan dalam Islam ini merupakan persoalan muamallah yang perlu diselesaikan dalam rangka meningkatkan nilai-nilai Islam di Indonesia karena kemiskinan mendekatkan diri kearah kekufuran.

Sistem ekonomi kapitalis di Indonesia merupakan pangkal akibat dari kondisi tersebut. Ekonomi kapitalis telah menciptakan kesenjangan dalam kesejahteraan masyarakat. Penguasaan ekonomi oleh sekelompok orang tertentu menjadikan oligarki ekonomi, dimana muncul klasifikasi dan strata masyarakat yang mirip dengan konteks jahiliyah tapi versi modern. Sistem keuangan yang liberal menjadikan sistem riba berkembang pesat. Rente ekonomi dalam pasar uang semakin berkembang malahan diberikan wadah oleh pemerintah dalam pasar saham dan bursa yang sangat ribawi.

Perdagangan mengarah kepada sistem spekulasi. Dimana kekuatan modal, kekuasaan dan informasi menjadikan seseorang menjadi makelar terhadap produk atau jasa yang diperdagangkan. Sistem ini merusak model transaksi dagang Islam dan menjadikan sebuah sistem baru dalam perekonomian. Transaksi penuh tipu daya, pedagang menentapkan harga semena-mena dan terlalu tinggi demi keuntungan duniawi. Konsumen pun banyak yang terbawa pada pola transaksi kapitalis karena pasar yang berkembang adalah pasar kapitalis. Dan inilah yang sebenarnya dibenci oleh Rasulullah S.A.W.

Tatkala Rasulullah S.A.W. pergi menuju masjid, beliau melihat orang-orang sedang melakukan transakasi perdagangan. Melihat situasi yang demikian maka beliau berkata: “Wahai kaum pedagang” Maka para pedagang mengangkat kepala dan pandangan mereka kearah Rasulullah S.A.W. Selanjutnya Rasulullah S.A.W. bersabda: “Sesungguhnya para pedagang besok di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai orang-orang yang durhaka, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik, dan jujur.”

Maka para pedagang bertanya: “Ya Rasulullah bukankan Allah SWT telah menghalalkan jual beli?” Rasul menjawab: “Benar (Allah SWT telah menghallalkan jual beli), akan tetapi mereka (para pedagang) sering mengucapkan sumpah, namun mereka melanggarnya, dan mereka sering berkata-kata (berpromosi), namun (kata-kata promosi) mereka bohong.”

Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda: “Sumpah dalam berdagang (memang dapat) meningkatkan penjualan tetapi (sumpah mereka) mengurangi berkah.”

Praktek-praktek inilah yang terjadi saat ini sehingga sistem kesejahteraan yang dulu terjadi zaman kejayaan Islam sulit diwujudkan di Indonesia padahal dalam aspek kekayaan alam, Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat melimpah yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat bila dikelola dengan baik dan benar sesuai ajaran Islam.

Dalam model kesejahteraan sosial dalam ekonomi, suatu negara minimal memiliki sekurang-kurangnya 2% dari jumlah penduduk memiliki profesi sebagai pengusaha. Dengan jumlah tersebut, diperkirakan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, dapat mencapai USD. 7.500 perkapita dan bila distribusinya merata dan tidak terjadi kesenjangan pendapatan dalam masyarakat maka negara tersebut akan memiliki kesejahteraan masyarakat yang baik.

Untuk mewujudkan angka 2% tersebut dibutuhkan jumlah pengusaha sebanyak 4,7 juta orang pengusaha. Dan bila dibandingkan dengan kondisi yang ada saat ini, dimana jumlah pengusaha sebesar 440 ribu maka, angka ini cukup jauh. Inilah diperlukan suatu langkah baru untuk menciptakan para pengusaha sehingga perekonomian Indonesia menjadi lebih baik.

Menciptakan para pengusaha muslim sangatlah mendesak dan penting untuk dilakukan. Walaupun pada aspek makro, banyak kebijakan pemerintah yang bersifat kapitalis dan menghambat sistem bisnis syariah tapi ini bukanlah halangan untuk menjadi pengusaha muslim dengan bisnis Islami. Bila dilihat dari struktur bisnis, walaupun muncul efek kebijakan pemerintah terhadap dunia bisnis tapi bagi pengusaha kreatif ini dapat dijadikan tantangan dan bisa mencarikan solusi terhadap kebijakan tersebut. Yang penting adalah seberapa kuat keimanan dan ketakwaan yang dimiliki oleh seorang pengusaha. Ketika keimanan dan ketakwaan mereka kuat dan yakin terhadap kebenaran ajaran Islam maka mereka tetap berada pada role bisnis Islami walaupun banyak hambatan bisnis yang terjadi pada mereka.

“Hai orang-orang yang beriman, inginkah Aku tunjukkan kepadamu suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya” (QS. Ash Shaf : 10-11)

Pada prinsipnya pengusaha muslim yang berbisnis secara Islami bukan sekedar mencari keuntungan pribadi yang bersifat duniawi. Tapi seorang pengusaha muslim yang Islami mengedepankan tujuan akhirat dibandingkan tujuan dunia. Mereka bukan saja mencari keuntungan dalam perniagaan tapi mencari berkah untuk kehidupan akhirat yang kekal dan abadi. Keberkahan bukan berdagang untuk kerugian tapi keuntungan dagang didapatkan secara syariah dan dijalankan di jalan Allah.

Satu orang pengusaha muslim yang Islami akan memberikan keberkahan terhadap banyak orang seperti keluarga, sanak family, karyawan, orang miskin, dan masyarakat pada umumnya. Mereka ini ibarat sumber air bagi para penduduk di gurun pasir. Mereka mampu memberikan kesejahteraan bagi orang lain. Mereka mampu menciptakan tatanan social yang lebih baik. Dan mereka memberikan dakwah Islam yang lebih meresap dalam sanubari masyarakat. Dan bila ini diagregatkan ke dalam perekonomian sungguh merupakan suatu kekuatan ekonomi yang luar biasa. Welfare state, negara yang sejahtera, ibarat kejayaan Islam zaman Rasulullah, para khalifah dan dinasti Umar bin Abdul Aziz akan kembali terwujud. Dan untuk itulah, diperlukan pengusaha-pengusaha muslim yang Islami sebagai sosok-sosok pengusaha handal yang akan membangun peradaban baru bagi perekonomian umat Islam di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar